Timun Mas

Mbok Sirni namanya, ia seorang janda yang menginginkan seorang anak agar dapat membantunya bekerja.

Suatu hari ia didatangi oleh raksasa yang ingin memberi seorang anak dengan syarat apabila anak itu berusia enam tahun harus diserahkan keraksasa itu untuk disantap.
Mbok Sirnipun setuju. Raksasa memberinya biji mentimun agar ditanam dan dirawat setelah dua minggu diantara buah ketimun yang ditanamnya ada satu yang paling besar dan berkilau seperti emas.

Kemudian Mbok Sirni membelah buah itu dengan hati-hati. Ternyata isinya seorang bayi cantik yang diberi nama timun emas.

Semakin hari timun emas tumbuh menjadi gadis jelita. Suatu hari datanglah raksasa untuk menagih janji Mbok sirni amat takut kehilangan timun emas, dia mengulur janji agar raksasa datang 2 tahun lagi, karena semakin dewasa,semakin enak untuk disantap, raksasa pun setuju.

Mbok Sirnipun semakin sayang pada timun emas, setiap kali ia teringat akan janinya hatinyapun menjadi cemas dan sedih.

Suatu malam mbok sirni bermimpi, agar anaknya selamat ia harus menemui petapa di Gunung Gundul. Paginya ia langsung pergi. Di Gunung Gundul ia bertemu seorang petapa yang memberinya 4 buah bungkusan kecil, yaitu biji mentimun, jarum, garam,dan terasi sebagai penangkal. Sesampainya dirumah diberikannya 4 bungkusan tadi kepada timun emas, dan disuruhnya timun emas berdoa.

Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. Timun emaspun disuruh keluar lewat pintu belakang untuk Mbok sirni.

Raksasapun mengejarnya. Timun emaspun teringat akan bungkusannya, maka ditebarnya biji mentimun.

Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun memakannya tapi buah timun itu malah menambah tenaga raksasa.
Lalu timun emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon banbu yang sangat tinggi dan tajam.

Dengan kaki yang berdarah-darah raksasa terus mengejar. Timun emaspun membuka bingkisan garam dan ditaburkannya.

Seketika hutanpun menjadi lautan luas. Dengan kesakitannya raksasa dapat melewati.
Yang terakhit Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, akhirnya raksasapun mati.

" Terimakasih Tuhan, Engkau telah melindungi hambamu ini " Timun Emas mengucap syukur. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sirni hidup bahagia dan damai.
Continue reading Timun Mas

Telaga Bidadari

Dahulu kala, ada seorang pemuda yang tampan dan gagah. Ia bernama Awang Sukma. Awang Sukma mengembara sampai ke tengah hutan belantara. Ia tertegun melihat aneka macam kehidupan di dalam hutan. Ia membangun sebuah rumah pohon di sebuah dahan pohon yang sangat besar. Kehidupan di hutan rukun dan damai. Setelah lama tinggal di hutan, Awang Sukma diangkat menjadi penguasa daerah itu dan bergelar Datu. Sebulan sekali, Awang Sukma berkeliling daerah kekuasaannya dan sampailah ia di sebuah telaga yang jernih dan bening. Telaga tersebut terletak di bawah pohon yg rindang dengan buah-buahan yang banyak. Berbagai jenis burung dan serangga hidup dengan riangnya. "Hmm, alangkah indahnya telaga ini. Ternyata hutan ini menyimpan keindahan yang luar biasa," gumam Datu Awang Sukma.

Keesokan harinya, ketika Datu Awang Sukma sedang meniup serulingnya, ia mendengar suara riuh rendah di telaga. Di sela-sela tumpukan batu yang bercelah, Datu Awang Sukma mengintip ke arah telaga. Betapa terkejutnya Awang Sukma ketika melihat ada 7 orang gadis cantik sedang bermain air. "Mungkinkah mereka itu para bidadari?" pikir Awang Sukma. Tujuh gadis cantik itu tidak sadar jika mereka sedang diperhatikan dan tidak menghiraukan selendang mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran di sekitar telaga. Salah satu selendang tersebut terletak di dekat Awang Sukma. "Wah, ini kesempatan yang baik untuk mendapatkan selendang di pohon itu," gumam Datu Awang Sukma.

Mendengar suara dedaunan, para putri terkejut dan segera mengambil selendang masing-masing. Ketika ketujuh putri tersebut ingin terbang, ternyata ada salah seorang putri yang tidak menemukan pakaiannya. Ia telah ditinggal oleh keenam kakaknya. Saat itu, Datu Awang Sukma segera keluar dari persembunyiannya. "Jangan takut tuan putri, hamba akan menolong asalkan tuan putri sudi tinggal bersama hamba," bujuk Datu Awang Sukma. Putri Bungsu masih ragu menerima uluran tangan Datu Awang Sukma. Namun karena tidak ada orang lain maka tidak ada jalan lain untuk Putri Bungsu kecuali menerima pertolongan Awang Sukma.

Datu Awang Sukma sangat mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Demikian juga dengan Putri Bungsu. Ia merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan gagah perkasa. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi suami istri. Setahun kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik dan diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.

Namun, pada suatu hari seekor ayam hitam naik ke atas lumbung dan mengais padi di atas permukaan lumbung. Putri Bungsu berusaha mengusir ayam tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah bumbung bambu yang tergeletak di bekas kaisan ayam. "Apa kira-kira isinya ya?" pikir Putri Bungsu. Ketika bumbung dibuka, Putri Bungsu terkejut dan berteriak gembira. "Ini selendangku!, seru Putri Bungsu. Selendang itu pun didekapnya erat-erat. Perasaan kesal dan jengkel tertuju pada suaminya. Tetapi ia pun sangat sayang pada suaminya.

Akhirnya Putri Bungsu membulatkan tekadnya untuk kembali ke kahyangan. "Kini saatnya aku harus kembali!," katanya dalam hati. Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya sambil menggendong bayinya. Datu Awang Sukma terpana melihat kejadian itu. Ia langsung mendekat dan minta maaf atas tindakan yang tidak terpuji yaitu menyembunyikan selendang Putri Bungsu. Datu Awang Sukma menyadari bahwa perpisahan tidak bisa dielakkan. "Kanda, dinda mohon peliharalah Kumalasari dengan baik," kata Putri Bungsu kepada Datu Awang Sukma." Pandangan Datu Awang Sukma menerawang kosong ke angkasa. "Jika anak kita merindukan dinda, ambillah tujuh biji kemiri, dan masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan dan iringilah dengan lantunan seruling. Pasti dinda akan segera datang menemuinya," ujar Putri Bungsu.

Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya dan seketika terbang ke kahyangan. Datu Awang Sukma menap sedih dan bersumpah untuk melarang anak keturunannya memelihara ayam hitam yang dia anggap membawa malapetaka.
Continue reading Telaga Bidadari

Malin Kundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.

Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.

Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.

Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.

"Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Continue reading Malin Kundang

Lutung Kasarung

Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. "Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta," kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. "Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya," gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya.

Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. "Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !" ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri". "Terima kasih paman", ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. "Apa manfaatnya bagiku ?", pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. "Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !", kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

"Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku", kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, "Jadi monyet itu tunanganmu ?".

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.
Continue reading Lutung Kasarung

Loro Jonggrang

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. "Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. "Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. "Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya", ujar Loro Jongrang dalam hati. "Apa yang harus aku lakukan ?". Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
"Bagaimana, Loro Jonggrang ?" desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. "Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya," Katanya. "Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?". "Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. "Seribu buah?" teriak Bondowoso. "Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam." Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. "Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!", kata penasehat. "Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!"

Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. "Pasukan jin, Bantulah aku!" teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. "Apa yang harus kami lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin. "Bantu aku membangun seribu candi," pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.

Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. "Wah, bagaimana ini?", ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. "Cepat bakar semua jerami itu!" perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung... dung...dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. "Wah, matahari akan terbit!" seru jin. "Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari," sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.

Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. "Candi yang kau minta sudah berdiri!". Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. "Jumlahnya kurang satu!" seru Loro Jonggrang. "Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan". Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. "Tidak mungkin...", kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!" katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.
Continue reading Loro Jonggrang

Cindelaras

Raden Putra adalah raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu yang buruk kepada permaisuri. "Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri," pikirnya.

Selir baginda, berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah. Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang permaisuri ke hutan.

Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja menganggung puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. "Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku." Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra..."

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
Continue reading Cindelaras

Aji Saka

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.

Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.

Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.

Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.

Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.

Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.

Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.
Continue reading Aji Saka

Kuya Ngagandong Imahna (Dongeng)

Jaman baheula aya Kuya imah-imah di sisi muara. Gawena ngahuma, ngahumateh indit isuk datang sore magrib.
Hiji poe Kuya keur di huma, aya hujan geode bari jeung angina. Tatangkalan rarungkad imah Kuya oge kaapungkeun murag ka leuwi brus ti teleum. Sakadang Kuya sedih kacida, isukana manehna ngieun dei anu leuwih keker supaya te kabawa angina.
Hiji poe manehna balik ti hima, Kuya teh masak pikeun dahar sore. Sabot masak Kuya kacai hela, keur di cai katingali hasep ngebul dina suhunan imahna ku Kuya diburu tapi imah geus angus seneuna gede nakeranan. Kuya teh ceurik.
Keur kitu jol bae Monyet kolot. Monyet ngomong ka sakadang Kuya, “tong ceuri sakadang Kuya ngieun deui imahmah!”
“Anu matak sakadang Monyet lain sakali wae kacilakaan imah teh bareto kabawa angina. Kudu kumaha akalnanya supaya imah awet?” cak sakadang Kuya! Sakadang Monyet ngajawab, “gampang atuh, ngarah imah ulah cilakamah dibawa bae, ulah ditinggalkeun. Pek ngieun dei anu alus tur kuat ke lamun geus anggeus arang tangkodkeun kana tonggong anjeun, pantone sakira asup sirah supaya gampang ngelokeun sirah ka jero.
Eta papatah teh ku Kuya diturutkeun, saenggeus anggeus prak ditengkodkeun dina tonggongna, monyet anu memenerna. Nah ti haritamah imah sakadang Kuya teh sok dibabawa bae, digagandong.
Continue reading Kuya Ngagandong Imahna (Dongeng)

Cai Laut Asin (Dongeng)

Kacatur jaman baheula aya dua jalma adi lancek. Nu cikal ngarana Jana, ari nu bungsu Jani.
Ki Jana ka asup jelema benghar, lega sawah lega kebon. Tapi koret, tara barang bere jeung tutulung. Tapi Ki Jani mah bari jeung miskin oge ari boga rejeki teh sok mere kanu butuh.
Hiji poe Ki Jani nginjem beas ka Ki Jana tapi manan dibere malah dicarekan. Untung pamajikan Ki Jana karunyaeun. Susulumputan ti salakina mere beas ka Ki Jani sacangkir jeung lauk asin. Bari nalangsa Ki Jani balik ditengah jalan aprok jeung aki-aki awakna begang lempangna rumanggieung atu karunyaeun diajakan ka imahna. Nepi imah beas dibubur saenggeus asak didalahar bareng.
Isuk-isuk keneh aki-aki teh geus pamitan. Memeh indit aki-akit eh mere jiman ka Ki Jani mangrupa lilisungan jeung haluna tina perak. “Naon wae anu dipikahyang ku ujang, sebutkeun wae bari nyebut Tutu! Tutu! Tutu!’tilu kali,” ca kaki-aki teh, engke tangtu haluna nutu sorangan, sarta anu dipikahayang kaluar tina jero lisung. Ngereunkeunana lisung kudu dibere taneuh saetik.
Gancangna carita Ki Jani geus benghar, tapi tetep resep ngabantu jeung tutulung kanu susah.
Barang Ki Jana ngadenge adina beunghar manehna siri , bari boga niat jahat hayang miboga jimat eta. Hiji peuting Ki Jana datang Ka Jani, ku Ki Jani dicaritekeun kabeh ka Ki Jana carana make lisung. Terus dibawa minggat ku lanceukna ka alas pentas. Mangsa dina kapal geus eweuh uyah Ki Jana menta kalisung uyah kaluar uyah teh teu ereun-ereun, Ki Jana poho teu mawa taneuh. Nepi ka kapalna kelebuh teleum. Ti harita cai laut jadi asin.
Continue reading Cai Laut Asin (Dongeng)

Selat Sunda Jeung Gunung Krakatau (Dongeng)

Kacatur jaman baheula di Pulo Jawa Beulah kulon, aya hiji karajaan anu rajana Prabu Rakata. Sang Prabu gaduh dua putra. Anu cikal Raden Sundana anu bungsu Raden Topobrana. Haritamah Pulo Jawa sareung Sumatra teh ngahiji.
Kumargi Prabu Rakata parantos sepuh pisan, mangka karajaan teh di titipkeun ka putra-putrana, tur di bagi dua belah wetan ku Raden Sundana, belah kulon Raden Topobrana. Terus Sang Prabu teh indit ngabagawan anu tempatna dibates dua nagara nu dibagi dua tea, anjeunna teu nyandak nanaon tibang guci pusaka nu dicandak.
Hiji mangsa dina taun ka genep Sang Prabu teh ngadangu yen putrana parasea Raden Sundana ngarugrug karajaan raina Raden Topobrana. Sang Prabu teh ceg ka guci anu gtos dieusi cai laut tea, terus indit ka medan laga kasampak dua putrana keur perang campuh atu bendu pisan snjeunanana.
Ningali ramana sumping reg weh perang liren, dua putrana langsung nyampeurkeun cedok weh nyareumbah ka Prabu Rakata kitu dei para parajuritna. Atuh dua putrana beak bersih diseukseukan pampangnaman Raden Sundana nu wani ngarug-gug nagara raina.
Dua putrana anu tarungkul teh nyarek, atuh Sang Prabuteh langsung ngadeg, ceg kana guci pusaka tea. Terus cai laut anu dina guci dikucurkeun disapanjang wates dua nagara, teras guci anu tos teh kosong teh disimpen ditapal bates dua karajaan tea, anjeunanana indit deui ka tempat pang tapaanana. Teu lami eta bates anu tilas disiram ku cai laut teh ngajanggelek jadi selat. Nu kiwari disebut Selat Sunda.
Nu mawi dinamian Selat Sunda lantaran Raden Sundana sarakah hoyong wilayah anu raina. Dugi ramana ngadamel wates nganggo guci pusaka anu caina dikucurkeun terus jadi selat. Tur guci anu disimpen dina wates teh ngajanggelek jadi gunung, nu katelah Gunung Rakata atanapi Gunung Krakatau. Tah kitu sasakala Selat Sunda sareng Gunung Krakatau teh.
Continue reading Selat Sunda Jeung Gunung Krakatau (Dongeng)

Gagak Jadi Hideung (Dongeng)

Kacaritakeun baheula dina hiji tempat aya oray naga keur nawu balong. Sungutna ngegel kana tangkal huni, buntutna dibrlitkeun kana pancuh tambakan beulah dieu. Awakna malang dina balong tea, tuluy di ayun keun goplak, goplak, goplak dipake nawu baloing tea.
Teu kungsi lila balong teh saat laukna sing kocopok loba. Jol datang gagak kadinya haritamah gagak teh buluna bodas ngeplak. Ujug-ujug corokcok weh laukna dipacokan nepi beak lauk nu baradagnamah.
Ku oray sanca katempoen gagak maling lauk, geuwat digenggereuhkeun, tapi gagak ngalah beuki ngahajakeun. Atuh oray ambek sebrut bae diudag gagakteh. Gagak teh hiber ku oray diobrot, gagak teh bingung da diberik wae sieunen katewak. Kabeneran aya nu keur neleum, gebrus bae gagak teh asup ka jero pijanaan. Atuh ari muncul deui teh geus lestreng .
Barang jol oray sanca teh panglingeun, da jadi hideung lestereng. Pok weh oray sanca nanya, “mahluk hideung maneh nempo sakadang gagak teu bieu liwat kadieu?”
Gagak teh sorana digedekeun, ngomongna oge basa Betawi, da sieunen katara, “Engga, gaaaa!”
Tah kitu sasakalana manuk gagak buluna hideung jeung sorana gaaa, gaaaak!
Continue reading Gagak Jadi Hideung (Dongeng)

Hayam Kongkorongok Subuh (Dongeng)

Kacaritakeun jaman baheula aya oray naga geus lila ngalamun hayang nyaba ka kahiyangan. Unggal isuk eta oray teh osok dangdan mapantes maneh. Tapi keukeuh teu ngarasa ginding lantaran teu boga perhiasan, mangkaning arek ngadeheus ka dewa.
Sanggeus mikir manehna inget ka sobatna sakadang titinggi, maksudna arek nginjeum tanduk ka sakadang jago haritamah jago teh aya tandukan menta di anteur ka titinggi. Sanggeus aprok dicaritakeun sakabeh pamasalahan naga ka jago. Maksudnamah nginjeum tanduk ka jago, engke dianteurkeuna deui ku sakadang titinggi cak sakadang naga.
Hayam jago teu nembalan lantaran apal jahat jeung licikna naga. Lila-lila naga ngarayu, jago oge merekeun tandukna ka sakadang naga. Cak naga ka jago “engke tandukna dibalikeun deui dianteurkeun ku titinggi samemeh balebat, lamun balebat can balik wae bisi kaula poho ngawangkong jeung dewa, anjeun mere tanda weh kongkorongok sing tarik.”
Geus kitumah jung weh naga jenug titinggi the arindit. Isukna samemeh balebat hayam jago kongkorongok satakerna. Sakali dua kali titinggi teu datang wae, terus jago teh kongkorongok sababaraha kali deui, tapi tetep titinggi teu dating keneh bae. Nepi ka brayna berang titinggi teu datang-datang.
“Keun sugan cenah peuting engke” pok hayam teh. Tapi weleh ditunggu nepi kasubuh titinggi teu dating keneh wae. Pohara ambekna hayam jago nepi ka nyancam lamun titinggi dating arek di pacok nepikeun ka paehna.
Ti harita hayam jago teh tiap-tiap subuh kongkorongok sarta mun papanggih jeung titinggi sok langsung dipacok nepi ka paehna, males pati dumeh kungsi ngabobodo.
Continue reading Hayam Kongkorongok Subuh (Dongeng)